Adat ini adalah bersifat demokratis, karena mengutamakan musyawarah. Balai adatnya sama tingginya. Adat ini dijumpai di daerah Agam. Di sinipun famili itu berada di bawah pimpinan panghulu andiko.
Suatu famili terbagi lagi dalam jurai-jurai. Jurai berada di bawh pimpinan seorang tua yang disebut mamak kepala waris atau tungganai. Apabila jurai-jurai itu tidak mempunyai mamak kepala waris sendiri, maka yang bertindak sebagai mamak kepala waris adalah panghulu andiko.
Para panghulu andiko dari semua famili di dalam suatu nagari bersama-sama merupakan kerapatan nagari, yaitu majelis yang memegang kekuasaan dalam nagari. Dalam balai adat, para panghulu andiko itu duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah dengan kata sepakat.
Karapatan nagari merupakan dewan pemerintah, dewan pembuat peraturan dan mahkamah. Sebuah nagari harus memiliki sebagai berikut :
1. Balai adat untuk bersidang karapatan nagari.
2. Tapian, yaitu tempat pemandian umum.
3. Gelanggang, yaitu tempat mengadakan keramaian.
4. Masjid, yaitu rumah ibadat umat Islam.
Pembagian masyarakan Minangkabau menjadi 2 adat (Adat Koto Piliang dan Adat Budi Caniago) itu, berdasarkan territorial. Pembagian menjadi 4 suku berdasarkan genealogis (keturunan).
Mengenai harta pusaka, dibedakan atas 2 macam, yaitu :
a. Harta pusaka tinggi, yaitu harta famili yang diwarisi secara turun-temurun dan tidak dibagi-bagi kepada perseorangan, misalnya tanah. Yang berkuasa atas harta pusaka tinggi ini adalah panghulu andiko. Anggota bisa memanfaatkannya, tetapi tidak berhak menjualnya.
b. Harta pusaka rendah, yaitu harta warisan yang berasal dan pencaharian yang meninggal dan dibagi-bagi antara ahli-ahli warisnya.
Masalah harta warisan seringkali menjadi sumber pertikaian yang sangat sengit antara para kemenakan sebagai ahli waris menurut hukum adat dengan isteri beserta anak-anaknya yang juga sebagai ahli waris utama menurut hukum agama Islam. Sekarang banyak yang mengikuti hukum Islam.
0 Response to "Adat Budi Caniago"
Posting Komentar