Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 mengubah nasib bangsa Indonesia dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka dan berdaulat. Tetapi tidak lama setelah proklamasi, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia terancam. Penjajah Belanda yang rakus dan serakah mencoba-coba merongrong kemerdekaan dan akan menjajah kembali bangsa Indonesia.
Keadaan keamanan di ibu kota Jakarta memburuk. Jumlah tentara penjajah Belanda makin besar, terutama sesudah pendaratan pasukan marinir Belanda pada tanggal 30 Desember 1945. Keadaan di Jakarta menjadi sangat genting, maka demi keamanan, keselamatan dan kelangsungan pemerintahan Republik Indonesia, diputuskan pemindahan pusat pemerintahan Negara RI dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pemerintah RI berjalan lancar di Yogyakarta. Tetapi ancaman pun datang. Pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 06.00 WIB (pagi), Belanda melancarkan agresi Militer kedua. Ibu kota Yogyakarta diduduki Belanda. Presiden, wakil presiden dan beberapa orang menteri serta pejabat negara ditawan dan diasingkan. Presiden di asingkan ke Prapat, sedangkan wakil presiden di buang ke Pulau Bangka. Akhirnya Presiden Soekarno juga dibuang ke Pulau Bangka.
Sebelum ditangkap dan ditawan Belanda, Kabinet RI masih sempat bersidang dan mengambil keputusan penting. Melalui radiogram, diberikan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang saat itu berada di Sumatera agar membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Jika tidak berhasil, ditugaskan kepada Mr. A.A. Maramis (Menteri Keuangan). L.N. Palar dan Dr. Sudarso yang kebetulan berada di India agar membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di India. Presiden dan Wakil Presiden akan tetap berada di Yogyakarta dengan resiko di tawan Belanda.
Mr. Syarifuddin Prawiranegara berhasil membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Bukittinggi, dan dari tempat itu pemerintahan RI dijalankan.
Sesuai dengan ketetapan pemerintah, seluruh kekuatan TNI di Jawa Tengah dibagi 3, yaitu sebagian tetap di dalam kota, sebagian hijrah ke Jawa Barat dan sebagian lagi meninggalkan Yogyakarta untuk bergerilya di bawah pimpinan Jenderal Sudirman.
Setelah melalui masa konsolidasi selama 3 bulan, TNI siap melancarkan serangan gerilya. Dengan kekuatan kemanunggalan ABRI dan rakyat dilancarkan serangan-serangan gerilya terhadap Belanda dalam rangka perjuangan mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
0 Response to "Yogyakarta ibu kota perjuangan gerilya"
Posting Komentar